Friday, December 10, 2010

Bapak

BY ana IN No comments

Aku kembali lagi ke sini, ke rumah yang sebelumnya aku kubur di bagian tergelap hatiku. Rumah yang telah bertahun-tahun kutinggalkan, baik secara fisik maupun batin. Mengingatnya pun membuatku gelisah dan terjaga dari tidur. Rumah kecil semi-permanen yang sebagian ruangannya masih terbuat dari anyaman bambu ini hanyalah rumah biasa, namun aku bersikeras untuk tidak mengingatnya, walaupun tak pernah benar-benar melupakannya.

Rumah itu dihuni oleh dua manusia dewasa dan satu manusia renta. Kedua manusia dewasa itu adalah ibu dan adik perempuanku, yang hingga kini masih bekerja sebagai penggarap sedikit tanah warisan kakekku yang kini sudah meninggal. Mereka menanami tanah itu dengan sayur-mayur, pohon buah, dan sedikit tanaman bumbu untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka yang tidak banyak. Sedangkan orang yang satu lagi sengaja kusebut sebagai manusia renta, karena meskipun dengan tubuh yang sudah kehilangan keremajaanya, pikiran sang tubuh masih saja kekanak-kanakkan. Manusia renta itu bapakku.

Setelah dua tahun kutinggalkan tempat ini, ternyata tak banyak perubahan yang menjamahnya. Hanya sebuah tiang listrik berdiri persis di sudut depan kanan halaman rumah itu, rumahku dulu. Batu-batu kerikil di sepanjang jalan melintasi halaman pun sama, serta pepohonannya, bale-bale di teras rumah, bahkan kaleng sedekah berisi receh untuk infaq masjid pun masih tergantung di salah satu tiang penyangga atap teras. Semua sama, kecuali aku.

Aku pergi dari rumah ini tepat dua tahun yang lalu dengan perasaan kecewa dan marah hasil dari endapan rasa itu selama bertahun-tahun. Aku meledak dengan penuh jeritan kemarahan dan memandang bengis kepada semua orang yang berada dirumah itu: orang tuaku, adik perempuanku, serta orangtua calon suamiku. Saat itu aku benar-benar hilang akal: berteriak di depan ayahku, menjerit histeris di depan calon suamiku, serta mendebat orangtuanya. Namun tetap saja, aku bersikap paling brutal di depan orang tua peyot yang sok berpenampilan mistis dan mengatakan hal-hal yang intinya membatalkan acara perkawinanku. Perkawinanku!!

Mereka semua, orangtuanya dan orangtuaku, percaya akan perkataan yang dipanggil Ki itu. Calon suamiku pucat seperti kehabisan darah. Aku sebaliknya, setelah mendengarkan perkataannya bahwa secara weton dan primbon kami tak cocok, langsung naik darah. Aku mendebat secara kasar dan sengit perkataan sang sepuh dengan berbagai teori yang baru kupelajari di universitas. Orangtua kami hanya terpana dan terutama ayahku, yang memanggil sang sepuh, merasa tersinggung dan dipermalukan. Aku mendebat, sang sepuh tak mau kalah. Para orangtua yang awalnya terpana dengan perdebatan kami, akhirnya membela sang sepuh yang mereka anggap “pintar” dan sakti.

Puncaknya, bapak menampar kedua pipiku. Mendadak semua orang diam.

Yang kuingat kemudian adalah aku tak lagi bisa melihat secara jelas karena mataku dibutakan oleh airmata. Aku keluar, berlari, berlari, merasa lelah, kemudian terus berlari hingga langit yang tadinya berwarna biru cerah berubah menjadi hitam pekat tanpa cahaya. Persis seperti penggambaran bapak saat menceritakan padaku tentang anak sang Batara Guru, Batara Kala, akan memakan manusia yang belum disucikan jasad dan jiwanya di tengah kelamnya malam seperti ini. Teringat hal itu membuatku menangis lagi, di tempat yang sama sekali tak kuketahui, dan di tengah orang-orang yang tak kukenali.

***

Bapak yang kukenal adalah orang yang keras kepala dan tak banyak bicara. Ia bertubuh tinggi dan tegap walaupun badannya kurus dengan tulang pipi yang menonjol. Seperti orang tua lainnya di desa kami, Bapak dan Ibu suka sekali menonton wayang. Biasanya bila ada yang menggelar pertunjukkan wayang dalam rangka khitan, kawinan, atau ruwatan, mereka selalu pergi berdua, meninggalkan aku dan adikku yang berbeda sepuluh tahun dariku. Mereka akan pulang setelah malam diam-diam mengganti hari, seperti sepasang kekasih yang baru pulang kencan. Aku selalu terbangun saat itu, tapi selalu diam.

Keluarga kami bukanlah keluarga yang kaya maupun berkecukupan. Bapak bekerja sebagai petani bayaran, ibu menanami pekarangan kami dengan berbagai sayuran untuk makan sehari-hari dan sesekali ada kelebihan untuk dijual di pasar. Aku sering merasa kelaparan, apalagi saat adikku mulai tumbuh besar dan memakan jatah yang sama besarnya denganku. Aku harus dengan terpaksa berbagi makanan dengannya, bukannya aku pelit, tapi karena porsi ku saat itu juga sangat sedikit.

Untuk sekolahku pun bukan dengan biaya dari orangtuaku, melainkan dari kakekku yang setiap bulan masih menerima pensiunan tentara (walaupun jumlahnya sangat jauh dari cukup bahkan untuk jatah makan seorang kakek yang sebatang kara seperti dirinya). Ia menghibahkan uang pensiunan itu padaku, untuk keperluan sekolah, sedangkan ia berbagi makanan dengan keluarga kami. Aku terus bersekolah dengan tenang hingga kelas 1 SMA, saat akhirnya sang kakek meninggal. Adikku bahkan belum sempat mencicipi sekolah saat itu. Beruntung, saat itu di sekolahku ada program yang membuatku (dan beberapa siswa tak mampu lainnya) bisa terus sekolah dengan bantuan sumbangan dari seluruh warga sekolah.

Aku makin semangat sekolah, begitu pula adikku. Maka mulai saat itu aku, ibu dan adikku bersama-sama menggarap tanah warisan kakek untuk dijadikan perkebunan buah dan sayuran. Hasilnya dijual untuk membiayai sekolah adikku. Bapak yang masih menjadi petani upahan hanya diam dan tak keberatan selama itu semua berlangsung, tapi ada gurat sedih dan tak setuju di wajahnya.

Lalu terjadi hal yang membuat geger keluargaku. Bapak hendak melakukan ruwatan untuk dirinya sendiri! Aku dan ibuku tidak mengerti masalah apa yang dihadapi bapak hingga ia merasa harus diruwat, belum lagi ritual itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ibu lalu menanyai alasan bapak. Menurut bapak, ia adalah anak ontang-anting yang belum sempat diruwat dan lagi ia merasa akhir-akhir ini ia merasa selalu sial. Ia ingin membuang kesialan itu dengan ruwatan. Tak hanya keluargaku yang merasa heran, para tetangga pun bingung. Sungguh kasus yang tak biasa saat seorang bapak dua anak meruwat dirinya sendiri, padahal anak perempuannya pun belum diruwat.

Jadilah acara itu dengan lumayan ramai menggunakan gaji bapak sendiri ditambah hasil penjualan kebun kami yang masih lebih banyak daripada gajinya. Ada pentas wayang, ritual penyucian, doa-doa (mantra-mantra?) yang tak dapat kumengerti, serta makanan melimpah yang sebelumnya belum pernah tersaji di rumah kami sendiri. Aku takjub sekaligus kecewa. Ibu diam menahan tangis. Adik bahagia bisa memcicipi makanan yang belum pernah ia makan sebelumnya.

Itulah bapak. Kecintaan dan keyakinannya pada adat-adat budayanya masih mengakar kuat di dalam dirinya, yang ia mampu lakukan maupun yang tidak. Aku ingat saat adikku baru lahir, ia sering sekali mengadakan bancaan untuk memperingati 7 bulan dikandungnya adikku dalam rahim ibu, 5 hari lahirnya adikku, 35 hari, bahkan saat membuang ari-ari. Saat itu aku belum tahu bahwa ia membiayai semua itu dengan berhutang. Hutang yang sangat banyak kepada pemilik sawah yang ia garap selama ini.

Kami miskin, kami serba kekurangan. Tapi sepertinya itu bukan halangan bagi bapak untuk mematuhi ritual adat yang ia percayai. Seperti saat ia menghancurkan rencana perkawinanku. Saat itu aku masih menempuh pendidikanku di universitas dengan bantuan beasiswa dan kemudian aku bertemu pria yang menyatakan kesiapannya untuk meminangku. Aku terpesona dengan keseriusan pria itu, jadi tak kutolak lamarannya.

Kemudian, kau tahu apa yang terjadi.
***

Aku mengetuk pintu depan, pintu yang kubanting saat ku pergi dari di rumah ini dua tahun lalu. Pintu yang menjadi saksi terakhir diriku yang kemudian tak pernah muncul lagi di hadapannya selama lima tahun hanya untuk menata hariku yang hancur. Bukan berarti aku meninggalkan ibu dan adikku yang sangat kucintai, tapi meninggalkan keegoisan sang bapak yang selalu terpancar dari mata kelam dan mulutnya yang terkunci oleh diam. Aku sering bertemu dengan ibu dan adikku di luar rumah, entah di pasar, rumah makan, atau kamar kosku sendiri. Dan mereka tak henti-hentinya menyuruhku pulang dan segera sungkem kepada bapak. Ku akui, egoku sangat besar dan aku juga keras kepala. Nasihat mereka hanyalah angin lalu saja untukku. Hingga saat ini.

Hingga hari ini, saat aku ingin kembali belajar mencintai seseorang yang mencintaiku dengan segala keterbatasannya sebagai seorang manusia. Kini aku ingin membuang keegoisanku agar kesalahan bapak yang dulu tak terulang: agar ibu tak lagi menahan tangis, dan agar keluarga kami keluar dari jerat hutang.

Pintu terbuka. Lelaki kurus namun lunglai itu kini memiliki mata yang bercahaya saat melihatku. Aku tak kuasa menahan tangis.

“Bapaakk…”
Selasa, 9 November 2010

-tugas penulisan populer dengan tema muatan lokal-

Tuesday, September 14, 2010

deskripsi senja

BY ana IN No comments

langit sore yang kukenal adalah langit yang kaya warna dan selalu temani perjalanan pulangku menuju ke rumah. langit yang selalu kupandang dari dalam angkot dan keindahanya selalu membuatku tergoda untuk mengeluarkan kepala agar dapat melihat lebih jelas. langit sore yang selalu memukau mata manusia dimanapun, kecuali bila sore itu hujan deras.

senja, dengan nama itulah ia biasa dipanggil. sinar matahari yang berada di batas garis terbarat cakrawala seakan tak ingin pergi tanpa kesan yang mendalam, maka ia melukis langit senja. awan-awan yang bentuknya tak beraturan membentuk barisan yang terlihat artistik dan menggoda. terkadang ia terlihat seperti makanan, hewan, atau wajah seseorang di mata orang yang memandangnya. warna biru yang biasanya mendominasi langit di siang hari pun berubah dengan cantiknya. gradasi warna yang ada di langit begitu sempurna dan berujung dengan warna yang paling tua di bagian paling dekat dengan matahari.

ah, andai kau bisa melihatnya. setiap senja tidaklah sama. warnannya selalu istimewa. tak akan kudeskripsikan hanya satu untukmu karena semuanya sama istimewanya bagiku.

-tugas penulisan populer ketika libur lebaran 1431 H-

Saturday, August 7, 2010

pemikiran

BY ana No comments

mungkin kau bisa menyebutku liberal, tapi aku hanya ingin bilang:

apapun agama kalian, aku tak ingin perbedaan itu dijadikan alasan untuk saling membenci dan membunuh. aku tak ingin ada lagi perang salib atau pembantaian Palestina yang terus berlanjut.

agama diciptakan bukan untuk menimbulkan perpecahan antar manusia, melainkan untuk kedamaian. apapun agamamu, kita mempunyai tujuan yang satu: kebaikan.

Kita mempunyai Tuhan (walau dengan nama yang berbeda)
Kita hidup di satu dunia
kita adalah sesama manusia

harusnya, kita saling cinta (kan?)

Monday, June 28, 2010

Materi Pelatihan Calon Penyiar GRI 2

BY ana IN No comments

karena satu dan lain hal, maka saya akan mengeposkan materi yang dipelajari pada acara pelatihan calon penyiar GRI pada tanggal 19 Juni 2010.

Pada bulan Juni 2010 itu memang aku mencoba mempelajari hal baru: cara jadi penyiar yang baik dan benar. Pelatihan ini diakomodir oleh Goodreads Indonesia, salah satu jejaring sosial yang aku ikuti. Selama 3 hari aku dan keempat calon penyiar lainnya mendapatkan materi penyiaran oleh mbak Tristiastini Soetrisno (Tris) yang telah berpengalaman dalam bidang penyiaran di Jerman sana.

Tanpa banyak basa-basi, materi yang saat itu dibagikan akan aku bagi ke kalian. silahkan belajar dan bayangkanlah kalian adalah seorang penyiar!

TALK SHOW RADIO

Pengertian

Radio Talk Show bisa diterjemahkan pertunjukkan berbicara di radio. Karena sifatnya pertunjukkan maka ada unsur hiburan (entertaining). Namun radio talk show sering juga diartikan sebagai Radio Talk. Artinya pembicaraan di radio. Dalam konteks ini unsur hiburan bukanlah menjadi menu yang utama.

Peran Talkshow Radio

Membuka kesempatan untuk mendengarkan kata-kata sang Nara Sumber (Nar Sum) sendiri, nada bicaranya dan karakter pembawaannya.

- Apakah si NarSum sedang tersenyum saat bicara atau apakah suaranya mulai sedikit ragu-ragu atau gelisah?

- Bagi para NarSum, lebih sedikit kemungkinan kata-kata mereka akan disalahartikan, karena mereka menyampaikan sendiri ceritanya langsung kepada pendengar.

Tujuan Talkshow Radio

- Memastikan fakta

- Memperoleh ‘statemen’: Biasanya muncul pernyataan-pernyataan baru dari NarSum.

- Menggali Titik Pandang

- Mendapatkan opini yang representatif.

Caranya dengan bertanya kepada Nara Sumber untuk:

- Meminta Informasi

- Mengklarifikasi suatu hal

- Mengkonfrontasi

Syarat Talkshow yang baik

- Menjawab permasalahan sehingga tujuan tercapai

- Efektif dan efisien

Menjadi Host yang Baik

Peran Pewawancara:

- Pewawancara bertindak sebagai KATALISATOR. Si pewawancara ada untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ingin dan seharusnya diajukan oleh para pendengar.

- Sifat-sifat pribadi yang diperlukan dari seseorang pewawancara radio adalah RASA INGIN TAHU dan PERCAYA DIRI yang akan memungkinkannya bersikap gigih saat bertanya kepada NarSum.

- Membangun hubungan yang baik dengan NarSum. “Saya sangat suka dengan baju yang anda pakai.” Perkataan ini segera menciptakan atmosfir yang nyaman dan santai untuk wawancara.

Syarat Pewawancara yang baik:

- Mempunyai wawasan yang luas

- Dapat berbicara dengan baik (tidak gugup)

- Memiliki Persyaratan Dasar Jurnalistik (balance terhadap opini dan dapat berbahasa dengan baik dan benar)

- Personalitas kuat

- Well Inform dan well educated (Berpengetahuan dan berpendidikan baik)

- Menguasai ‘Body Language’ dengan baik

- Hindari martubasi siaran: kepuasan sendiri semata

Suara Pewawancara:

- Bernada menyenangkan. Membawa rasa persahabatan.

- Alami. Menunjukkan kepribadian pembicara

- Dinamis. Bertenaga dan punya kekuatan, meski barangkali tidak keras

- Ekspresif. Mengungkapkan berbagai arti dan rasa. Tidak monoton.

- Mudah didengar. Cukup keras dan jelas.

Mempersiapkan Talkshow

Sebelum Talkshow

Menentukan fokus:

Anda tidak boleh mengudarakan wawancara yang ngelantur/ tidak terfokus. Jika fokus atau sudut pandang talkshow tidak jelas, maka lakukanlah hal-hal berikut:

- Apakah topik bahasannya atau kah identitas NarSum nya yang akan menarik perhatian pendengar?

- Apakah talkshow tersebut menyajikan sebuah tema yang akan diminati secara khusus atau menyangkut kepentingan umum?

- Apakah akan membahas sebuah topik khusus atau membahas seseorang yang sedang hangat diberitakan?

- Apakah talkshow ini untuk mengungkapkan informasi baru, menjelaskan alasan-alasan konflik ataukah untuk merangkum situasi yang sedang berjalan?

- Berapa lama waktu siar yang layak untuk talkshow ini, mengingat durasi di radio yang sangat terbatas?

Menentukan topik:

Pilihlah topik sesuai dengan keingintahuan pendengar. Perhatikan halaman pertama surat kabar, hal yang baru, human interst, petualangan, konflik, misteri, kisah dramatis dan tragis, hal yang bermanfaat bagi khalayak.

Merencanakan Talkshow

- Berikan pada NarSum kesempatan untuk meluruskan kesalahan-kesalahan penting dalam catatan anda.

- Pastikan NarSum sudah memahami apa yang anda perlukan

- Pastikan semua orang yang terlibat sudah jelas tentang kapan dan dimana suatu peristiwa terjadi.

Perhatikan Tiga Unsur Utama:

- Persiapan

- Pengaturan

- Komunikasi

Persiapan:

- Bagaimana profil pendengar radio?

- Apa judul talkshow ini?

- Mengapa NarSum itu yang dipilih?

- Mengapa mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu?

- Apa yang perlu diketahui tentang si NarSum?

- Apakah harus memiliki daftar NarSum cadangan?

Pengaturan:

- Apakah talkshow akan lebih efektif jika disiarkan di ruang terbuka?

- Apakah perlu memesan peralatan khusus?

- Apa saja yang harus dilakukan untuk memastikan diperolehnya hasil suara terbaik?

- Apakah harus memiliki fokus bahasan alternatif?

Komunikasi:

- Buatlah kontrak dengan NarSum tentang aturan-aturan yang ditetapkan.

- Dengarkan dan perhatikan cara NarSum berkomunikasi. Apakah ia cocok untuk program siaran langsung?

- Jangan terlalu menyerang NarSum pada kontak pertama

- Mintalah izin kepada kedua belah pihak NarSum jika berencana membuat talkshow soal konflik

Langkah-langkah Persiapan Talkshow

- Riset materi: Agar pertanyaan mengarah.

- Menyusun struktur wawancara: Skala prioritas pertanyaan.

- Merancang ‘Questions Route’

- Menyiapkan peralatan.

- Menyusun Run down

- Membuat promo

Sebelum On Air

- Ice breaking supaya tidak demam mike bagi NarSum dan mencairkan suasana

- Jelaskan Run down

- Jelaskan alurnya

Pada saat On Air

- Beritahu kepada NarSum akan on air

- On Air: Opening Tune

- Salam dan sampaikan inti masalah yang akan dibahas

- Perkenalkan kepada pendengar nasa sumber yang hadir dan sebutkan jabatannya sambil mengucapkan salam

- Mulailah dengan pertanyaan awal yang mudah

- Lakukan wawancara hingga selesai

Pada saat wawancara berlangsung

1. Hormati nara sumber

- Hargai dan hormati NarSum tanpa apriori

- Berseberangan dengan NarSum namun tidak extrem dan tetap etis

- Gunakan logika dan norma tanpa memenangkan salah satu pihak

- Pewawancara bukan menginterogasi NarSum

- Stay cool dan jangan terbawa arus

- Kritis dan Skeptis

- Boleh berdebat untuk melontarkan argumen yang dapat dipertanggungjawabkan namun

- Bukan debat kusir

2. Pewawancara sejajar dengan NarSum

- Karena dia wakil publik jadi jangan berhamba sahaya terhadap NarSum

- Dengan posisi seperti itu kita dapat menanyakan hal penting, valid dan meminta jawaban yang jujur. Pewawancara lah kendali jalannya talkshow.

3. Tidak perlu bergumam pada saat mendengarkan NarSum: Ya ya, he’ eh.
4. Seringlah mengulang nama, jabatan NarSum.
5. Jangan salah menyebut nama atau jabatan NarSum.

Mengakhiri Talkshow

1. Waktu talkshow sudah berakhir

Dengan lugas ingatkan NarSum bahwa: Waktunya sempit dan waktu juga yang memisahkan kita, sehingga wawancara mau tidak mau harus diakhiri.

2. Lemparkan lelucon segar/ plesetan

Buatlah kesan baik menjelang akhir wawancara dengan membuatnya tertawa kecil, dan ini menjadi salah satu waktu yang tepat untuk mengakhiri wawancara.

3. Jadikan jawaban NarSum sebagai penutup

Dimana kira-kira jawaban NarSum yang menarik untuk bisa dikutip dan mengakhiri talkshow.

4. Ajukan pertanyaan tertutup yang menghendaki jawaban singkat

Setelah jawaban singkat NarSum selesai, akhirilah wawancara. Ini juga sekaligus menegaskan pendapat NarSum tersebut.

5. Kesimpulan singkat bersama

Mengakhiri wawancara dengan didahului mencapai kesimpulan singkat (bersama NarSum) setelah menginformasikan sebelumnya dengan NarSum. Setelah NarSum membenarkan, atau menambah sedikit kesimpulan lagi, segeralah berpamitan untuk mengakhiri wawancara.

Apakah perlu kesimpulan?

Sebaiknya, tidak usah! Bebaskan pendengar menyimpulkan sendiri talkshow kita dengan pemahaman masing-masing.

Jangan paksa pendengar untuk mengikuti jalan pikiran kita!

6. Setelah NarSum mengucapkan suatu jawaban yang meyakinkan hatinya, segera kutip sebagian, lalu akhiri talkshow.


Untuk info, sebenarnya kami berlima, para calon penyiar GRI telah siaran terlebih dahulu sebelum mendapat pelatihan ini. kami siara di RRI Pro 2 (105 FM) setiap hari Minggu di awal bulan. (sekalian promosi :P)

Friday, February 26, 2010

mencinta

BY ana IN No comments

Apakah arti cinta?
Apakah menyayangi saja cukup?
Apa memberi saja cukup?

Aku tak tahu. Yang pasti sekarang aku sedang mencinta.

Mungkinkah rasa cinta bebas dari nafsu?
Mungkin saja, katamu. Kau mencontohkan cinta seorang ibu pada anaknya.

Mungkinkah cinta bebas dari rasa ingin memiliki?
Mungkin saja, katamu lagi. Lihat saja bagaimana Tuhan mencintai makhluknya.

Mungkinkah cinta seorang manusia kepada lawan jenisnya bebas dari rasa nafsu dan rasa ingin memiliki?
Tak mungkin, katamu. Bila memang seperti itu, itu bukan cinta namanya. Mungkin hanya rasa kagum, atau rasa sayang semata.

Lalu apa yang sedang kurasakan sekarang?
Bila aku tidak mencinta, apakah ini hanya rasa sayang?
Tapi hatiku mengatakan bahwa ini lebih dari rasa sayang.

Apa cinta sejati itu memang ada?
Ada, katamu. Pernah ada, yang pasti bukan di dalam dirimu.
Kenapa tidak?
Karna yang kau harapkan begitu jauh dan tidak masuk akal.
Kau tak percaya dengan keajaiban cinta?
Aku percaya. Tapi tak akan terjadi pada dirimu.
Mengapa tidak?
Karna kau hanyalah pemimpi yang tak tahu diri.

Oh, aku mengerti
Aku hanyalah jembel kotor yang bau
Mengharapkan sebutir cinta dari sang pangeran dari negri dongeng:
Yang dicintai begitu banyak orang, dicintai begitu banyak wanita, dicintai begitu banyak penggemar.
Lalu, aku yang berada di dunia nyata yang kejam, menyatakan cinta padanya.
Aku, yang hanya seorang jembel kotor, bau, dan tidak berguna.

Aku menyanyainya, seperti jutaan orang lain padanya.
Aku mengasihinya, walau mungkin ia tak ingin dikasihani.
Aku mencintainya, dan tak mungkin ia mencintaiku.

Tapi aku tak akan putus asa. Aku BELUM putus asa.
Untuk terus memelihara rasa cinta
Untuk mengirimkan beribu doa
Untuk terus percaya keajaiban cinta.


Kau tertawa, kau mengejek.
Kau pesimis, dan sangat realistis.
Aku terbantu untuk kembali ke dunia nyata yang kejam karenamu
Untuk tidak terus terjebak dalam rasa cintaku pada pangeran dari negeri dongeng
Terima kasih

Tapi aku masih optimis,
Bahwa doaku kan didengar Yang Maha Kuasa
Dan ia kan memerima doaku.

Aku tak ingin memilikinya.
Aku hanya ingin dia bahagia.
Aku bukan ingin merengkuhnya dengan seluruh indera
Aku hanya ingin dia termasuk dalam orang yang dikasihi Nya

Aku yakin ini cinta
Kau bilang bukan
Aku bilang ini cinta yang murni
Kau bilang tak mungkin

Aku penasaran,
Pernahkah kau jatuh cinta?
Rabu, 24 Februari 2010
Di kelas yang sepi
Menyanyikan lagu ulang tahun untuk sang pangeran

Thursday, January 21, 2010

Seribu Bangau Kertas

BY ana IN No comments

Aku menginginkan sesuatu
Tapi tak tahu apa itu
Maka aku membuat
Seribu bangau kertas
Untuk memberiku waktu
Dalam memikirkan apa yang aku inginkan

50 bangau kertas telah kubuat
nilai matematikaku jelek
apa aku meminta otak yang pintar matematika saja?

200 bangau kertas telah kubuat
ugh, makanan yang dimasak ibu selalu sedikit dan tak cukup!
Kelak, aku akan meminta uang yang banyak agar bisa membeli makanan

400 bangau
telah kubuat disela-sela keributan ayah dan ibu di kala malam
aku inginkan kedamaian di antara mereka

750 bangau telah kubuat
walau kini aku terbaring di tempat tidur,
berusaha mengabaikan rasa sakit dan rambut yang rontok dari kepalaku

900 bangau telah kubuat
dibantu ayah dan ibu yang kini membantu di kiri kanan tempat tidurku

aku tak mampu lagi menghitung jumlah bangau kertas ini
namun aku tahu apa yang aku inginkan
aku ingin agar aku tak lagi menuntut apapun
karna aku kini telah merasa lebih
dengan ayah dan ibu yang kini memanggil-manggil namaku

Sastra Sejarah

BY ana IN 1 comment

Aku mempelajari ini di semester pertamaku. Sastra sejarah yang kupelajari berada dalam kajian filologi (sastra klasik) dan membahas tentang karya sastra nusantara dahulu, saat bangsa asing belum masuk wilayah negara ini. Saat itu program saya, yang terbagi menjadi 2 kelas, dibagi lagi menjadi 18 kelompok dari 9 kategori. Salah satunya adalah sastra sejarah.

Dari awal aku telah tertarik dengan cerita fiksi (fantasi) dan lama kelamaan aku mengerti bahwa yang fiksi yang menarik tak harus selalui fantasi, namun yang terdapat unsur fakta dan sejarah didalam cerita justru akan membuatnya semakin menarik. Karena itulah dalam tugas filologi saat itu aku memilih untuk mengkaji sastra sejarah.

Dari 2 pilihan subjek kajian, kelompokku mendapatkan subjek sastra yang berjudul: Hikayat Iskandar Zulkarnain. Awalnya agak kaget juga karena bahan yang dibaca sangat tebal dan terdiri dari 3 buku. Namun akhirnya selesai juga dengan membagi bahan-bahan kajian itu menjadi beberapa porsi yang di pegang oleh 3 orang dalam satu kelompok (termasuk aku).

Saya tak akan membahas tentang kodikologi naskah hikayat tersebut, namun saya akan menguraikan sedikit dari hikayat tersebut yang berkaitan tentang fakta. Suatu karya sastra dapat dikategorikan sebagai sastra sejarah karena memiliki 2 bagian utama, yaitu bagian yang mengandung fakta atau sejarah dan bagian yang fiksi atau khayalan semata.
Setelah dikaji, di dalam Hikayat Iskandar Zulkarnain memang terdapat beberapa bagian yang bisa dianggap sejarah, misalnya silsilah raja-raja di Jawa pada khususnya dan raja-raja Eropa. Ditambah lagi, sebagian besar cerita dalam hikayat ini adalah cerita perjalanan Raja Iskandar Zulkarnain (Eropa: Alexander the Great) dalam menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Silsilah raja dan penyebaran agama Islam di seluruh dunia merupakan subjek yang bisa diteliti dan dikaji lebih dalam untuk memperoleh bukti fakta keterlibatan Raja Iskandar ini, mungkin itu sebabnya Liaw Yock Fang mengkategorikan hikayat ini sebagai salah satu sastra sejarah walaupun aspek fiksi yang bersifat gaib juga cukup banyak dipakai di hikayat ini.

Saya amat menikmati saat mengerjakan tugas ini. Selain membaca sebuah karya sastra yang menarik, saya juga mendapat pengetahuan sejarah yang cukup relevan setelah selesai membacanya. Tetapi saya juga merasa kurang puas karena sejarah yang terkandung dalam karya sastra itu sudah berlalu begitu lama (lampau) sehingga sangat sedikit buku-buku dan rujukan tambahan yang dapat mendukung atau mengkaji ulang berbagai aspek hikayat tersebut.

Sunday, January 17, 2010

pertama

BY ana No comments

ini bukan yang pertama saya menulis blog

ini yang pertama kali saya mencoba untuk benar-benar serius
untuk konsisten

salam.