Thursday, May 17, 2012

Dalam Bis

BY ana IN , 3 comments


Dalam Bis

langit di jendela kaca bergoyang
terarah ke mana wajah di kaca jendela
yang dahulu juga
mengecil dalam pesona

sabermula adalah kata
baru perjalanan dari kota ke kota
demikian cepat
kita pun terperanjat
waktu henti ia tiada…
-Sapardi Djoko Damono
           
            Puisi “Dalam Bis” ini diawali oleh baris yang bermakna ganda. Langit atau jendela kah yang bergoyang? Apakah langit yang ada di bumi kita bergoyang? Atau sekedar bayangan langit yang bergoyang? Atau hanya kaca jendela yang bergoyang seirama dengan lenggak-lenggok bis? Pertanyaan ini pun berlanjut pada larik selanjutnya terarah ke mana wajah di kaca jendela. Bila larik pertama menyiratkan bis yang sedang berjalan, maka larik kedua ini menggambarkan penumpangnya. Kekhasan Sapardi muncul pada larik ketiga bait pertama ini, kata dahulu. Waktu merupakan tema besar yang acap kali muncul pada puisi-puisi Sapardi. Berbagai kata yang berhubungan dengan waktu hampir selalu ada dan menegaskan kefanaan. Sang penumpang bis yang wajahnya tercermin dalam kaca jendela mengecil dalam pesona, tertelan oleh waktu yang terus berjalan dan berlalu.
            Bait kedua menggambarkan peristiwa awal dan akhir. Permulaan dari segalanya, hanya sebuah kata, seperti penciptaan dunia oleh Tuhan yang hanya perlu berkehendak untuk menciptakan alam semesta. Baru kemudian perjalanan kehidupan dimulai, dari sebuah tempat ke tempat lain, mencari pengalaman dan berkutat bersama waktu dari kota ke kota. Kehidupan di dunia terasa begitu cepat sehingga tak terasa ia berhenti. Kemudian manusia mati, lenyap dari dunia, tiada.
       Melalui puisi ini, Sapardi menggunakan metafora perjalanan di dalam bis untuk meenggambarkan kehidupan  manusia di bumi. Bermula dari sesuatu yang sederhana, dilanjutkan dengan guncangan dan waktu yang terus berjalan hingga kematian membawa kita kembali kepada ketiadaan. Waktu, kehidupan, manusia, dan religiusitas diracik Sapardi dengan kata-kata yang biasa dipakai menjadi sebuah puisi yang sarat dengan keindahan sastra dan makna yang dalam. Metafora yang dipakai terasa alami, tidak memaksa, dan indah. Karya-karya Sapardi seakan mengajak ppembacanya untuk merenung dan menemukan makna atas kehidupan itu sendiri, kehidupan masing-masing pembaca, dan kehidupan umum yang selalu terkait dengan waktu dan Tuhan. 


tugas kritik sastra
yang tak pernah ada